Pages

Saturday, May 21, 2011

Sinusitis ; Pilek Tetapi Ingusnya Berbau

Assalamualaikum wr. wb.

Saya ada masalah dengan pilek yang berkepanjangan dan ingusnya disertai bau yang kurang sedap sekalipun dapat dikeluarkan lewat tenggorokan, apakah hal itu bukan tanda-tanda paru-paru basah, ataukah cuma flu biasa sedangkan setelah sembuh beberapa minggu kambuh lagi, apa karena adanya musim hujan yang berkepanjangan itu berpengaruh?

Terimakasih atas bantuan dan informasinya.

Wassalam

made

Jawaban:

Wa'alaikum salam wr. wb.

Sebelumnya, terima kasih atas pertanyaannya. Ingus disertai bau yang kurang sedap merupakan gejala adanya infeksi mikroorganisme (virus, bakteri, jamur). Infeksi tersebut dapat terjadi primer ataupun sekunder. Yang dimaksud infeksi primer adalah infeksi yang sejak awal memang diakibatkan oleh keterlibatan mikroorganisme. Sedangkan infeksi sekunder adalah infeksi yang awalnya bukan diakibatkan oleh mikroorganisme (misalnya alergi), namun akibat penanganan yang tidak sesuai maka akhirnya mikroorganisme turut terlibat di dalamnya.

Ingus yang dapat dikeluarkan lewat tenggorokan dalam istilah medis dikenal dengan post nasal drip. Tanda ini khas pada penderita sinusitis. Sinusitis adalah radang sinus paranasal (rongga-rongga di wajah yang bermuara di lubang hidung). Berdasarkan perjalanan penyakitnya, sinusitis dibedakan atas:

1) Sinusitis akut, bila infeksi timbul beberapa hari sampai beberapa minggu
2) Sinusitis subakut, bila infeksi timbul beberapa minggu sampai beberapa bulan
3) Sinusitis kronik, bila infeksi timbul beberapa bulan sampai beberapa tahun.

Penyebab sinusitis bermacam-macam. Dapat diakibatkan oleh virus, jamur, atau bakteri (sebagian besar). Dapat pula disebabkan oleh infeksi kerongkongan, infeksi amandel, infeksi gigi bagian belakang, dll. Faktor lain yang turut serta mengakibatkan sinusitis antara lain adanya kelainan anatomis dari hidung (misalnya sekat pemisah lubang hidung kiri dan kanan yang tidak lurus), benda asing di hidung, tumor, polip, polusi lingkungan, udara dingin, dan kering.

Biasanya sinusitis didahului oleh infeksi saluran penapasan atas (terutama pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari. Gejala yang dirasakan antara lain demam, rasa lesu, hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke kerongkongan (post nasal drip), halitosis (bau mulut), sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, dan nyeri di daerah sinus yang terkena.

Jika sinusitis telah berlangsung kronik, gejala yang timbul bervariasi dari ringan sampai berat, seperti:
- Gejala hidung dan kerongkongan, berupa sekret di hidung dan keronkongan. Sekret di kerongkongan secara terus-menerus akan menyebabkan batuk kronik.
- Gejala kerongkongan, berupa rasa tidak nyaman di kerongkongan
- Gejala telinga, berupa gangguan pendengaran akibat sumbatan saluran yang menghubungkan rongga mulut dan telinga
- Nyeri kepala, biasanya pada pagi hari dan berkurang di siang hari. Mungkin akibat penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus.
- Gejala mata, akibat penjalaran infeksi melalui saluran air mata (saluran yang menghubungkan mata dan lubang hidung)
- Gejala saluran napas, berupa batuk dan kadang komplikasi di paru (misalnya paru-paru basah).
- Gejala saluran cerna, dapat terjadi radang pada saluran cerna akibat sekret bercampur bakteri yang tertelan.

Saran saya, Saudara berkonsultasi dengan dokter atas keluhan yang Saudara alami. Untuk menegakkan diagnosis sinusitis memang tidak mudah, apalagi jika hanya atas dasar keluhan. Masih perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut oleh dokter, khususnya pemeriksaan THT (telinga, hidung, tenggorokan). Setelah dokter dapat menegakkan diagnosis, barulah dapat direncanakan pengobatan selanjutnya.

Demikian jawaban saya, semoga dapat bermanfaat.


Wassalamu’alaikum wr. wb.


(Dr. Ida Ratna)

5 comments:

bagus said...

mohon maaf minta masukannya
3 minggu lalu sy dirawat di rs selama 1 minggu, diagnosa dokter adalah sinusitis maksilaris, gejala wkt itu sakit kepala,pusing,lemes, sama sekali tdk ad keluhan dengan hidung kanan saya.... wkt di rawat dikasi antibiotik yg via infus...stlh seminggu sakit kepala dan demam membaik, sy minta pulang...dan berobat jalan...sampai hari ini sy masih berobat, dikasi antibiotik cefadroxil 500 mg ,tremenza , methyl predisolon 4 mg, perifas 25 mg. yg ingin sy tanyakan, pusing nya tidak hilang2 nyaris sebulan ..bagaimana cara mengobatinya? (sy udah tdk ngantor 1 bulan) lalu apakah memang pengobatan sinusitis maksilaris itu lama? perlu operasi ga atau disedot? terima kasih

Unknown said...

Maaf sya mau minta penjelasan mengenai ingus yang bercampur darah dan berbau tidak sedap,apakah itu sebuah gejala penyakit atau apa.

Anonymous said...

Difteri adalah suatu infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae. Dapat terjadi primare pada hidung ataupun secunder dari tenggorokan. Lebih sering menyerang anak-anak.

Penyebab
Penyebabnya adalah bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini biasanya menyerang saluran pernapasan, terutama laring, amandel dan tenggorokan. Tetapi tak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakan saraf dan jantung.

Penularan
Bakteri C.diphtheriae dapat menyebar melalui tiga rute:

* Bersin: Ketika orang yang terinfeksi bersin atau batuk, mereka akan melepaskan uap air yang terkontaminasi dan memungkinkan orang di sekitarnya terpapar bakteri tersebut.

* Kontaminasi barang pribadi: Penularan difteri bisa berasal dari barang-barang pribadi seperti gelas yang belum dicuci.

* Barang rumah tangga: Dalam kasus yang jarang, difteri menyebar melalui barang-barang rumah tangga yang biasanya dipakai secara bersamaan, seperti handuk atau mainan.
Selain itu, Anda juga dapat terkontaminasi bakteri berbahaya tersebut apabila menyentuh luka orang yang sudah terinfeksi. Orang yang telah terinfeksi bakteri difteri dan belum diobati dapat menginfeksi orang nonimmunized selama enam minggu - bahkan jika mereka tidak menunjukkan gejala apapun.

Faktor risiko

Orang-orang yang berada pada risiko tertular difteri meliputi:

· Anak-anak dan orang dewasa yang tidak mendapatkan imunisasi terbaru
· Orang yang hidup dalam kondisi tempat tingal penuh sesak atau tidak sehat
· Orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan
· Siapapun yang bepergian ke tempat atau daerah endemik difteri

Anonymous said...

Gambaran klinik
- Masa tunas 2 – 7 hari
- Penderita mengeluh sakit menelan dan napasnya terdengar ngorok (stridor),
pada anak tak jarang diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala.
- Penderita tampak sesak napas dengan atau tanpa tanda obstruksi napas.
- Demam tidak tinggi.
- Pada pemeriksaan tenggorokan tampak selaput putih keabu-abuan yang mudah
berdarah bila disentuh.
- Gejala ini tidak selalu ada:
- Sumbatan jalan napas sehingga penderita sianosis
-Napas bau
-Perdarahan hidung atau ingus bercampur darah.
- Tampak pembesaran kelenjar limfe di leher (bullneck)
- Inflamasi lokal dengan banyak sekali eksudat faring, eksudat yang lekat di mukosa berwarna kelabu atau gelap dan edema jaringan lunak. Pada anak, fase penyakit ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas.
- Penyakit sistemik yang disebabkan oleh toksin bakteri dimulai 1 – 2 minggu sesudah
gejala lokal.
Toksin mempengaruhi jantung (miokarditis, aritmia terutama selama minggu kedua penyakit) dan sistem syaraf (paralisis, neuritis 2 – 7 minggu sesudah onset penyakit).
Bila pasien sembuh dari fase akut penyakit, biasanya sembuh tanpa kelainan penyerta.

Penyakit ini dapat menyebabkan kematian karena melepaskan lapisan saluran pernapasan sehingga menutup jalur pernapasan. Selain itu, kematian juga dapat terjadi karena menyebabkan peradangan pada otot jantung. Sistem saraf juga sering terkena sehingga menyebabkan kelumpuhan.

Diagnosis
Kebutuhan untuk mendapat terapi diputuskan atas dasar anamnesis dan gambaran klinis.
Dugaan adanya difteri harus di pikirkan pada penderita dengan riwayat imunisasi yang tidak lengkap.
Diagnosis dikonfirmasi dengan kultur bakteri yang diambil dari eksudat ke dalam tabung untuk sampel bakteri. Sampel harus dikultur pada media khusus, untuk itu perlu terlebih dahulu memberitahu laboratorium. Sediaan apus diambil 3 hari berturut-turut.

Anonymous said...

Penatalaksanaan

Difteri adalah penyakit yang serius. Para ahli di Mayo Clinic, memaparkan, ada beberapa upaya pengobatan yang dapat dilakukan diantaranya:

* Pemberian antitoksin ADS
Setelah dokter memastikan diagnosa awal difteri, anak yang terinfeksi atau orang dewasa harus menerima suatu antitoksin. Antitoksin itu disuntikkan ke pembuluh darah atau otot untuk menetralkan toksin difteri yang sudah terkontaminasi dalam tubuh.
Sebelum memberikan antitoksin, dokter mungkin melakukan tes alergi kulit untuk memastikan bahwa orang yang terinfeksi tidak memiliki alergi terhadap antitoksin. Dokter awalnya akan memberikan dosis kecil dari antitoksin dan kemudian secara bertahap meningkatkan dosisnya.

* Antibiotik:
Difteri juga dapat diobati dengan antibiotik, seperti penisilin atau eritromisin. Antibiotik membantu membunuh bakteri di dalam tubuh dan membersihkan infeksi. Anak-anak dan orang dewasa yang telah terinfeksi difteri dianjurkan untuk menjalani perawatan di rumah sakit untuk perawatan.

* Pasien simtomatik harus dirujuk ke rumah sakit.
Mereka mungkin akan diisolasi di unit perawatan intensif karena difteri dapat menyebar dengan mudah ke orang sekitar terutama yang tidak mendapatkan imunisasi penyakit ini.

Komplikasi
Jika tidak diobati, difteri dapat menyebabkan:

* Gangguan pernapasan
C. Diphtheriae dapat menghasilkan racun yang menginfeksi jaringan di daerah hidung dan tenggorokan. Infeksi tersebut menghasilkan membaran putih keabu-abuan (psedomembrane) terdiri dari membran sel-sel mati, bakteri dan zat lainnya. Membran ini dapat menghambat pernapasan.

* Kerusakan jantung
Toksin (racun) difteri dapat menyebar melalui aliran darah dan merusak jaringan lain dalam tubuh Anda, seperti otot jantung, sehingga menyebabkan komplikasi seperti radang pada otot jantung (miokarditis). Kerusakan jantung akibat miokarditis muncul sebagai kelainan ringan pada elektrokardiogram yang menyebabkan gagal jantung kongestif dan kematian mendadak.

* Kerusakan saraf
Toksin juga dapat menyebabkan kerusakan saraf khususnya pada tenggorokan, di mana konduksi saraf yang buruk dapat menyebabkan kesulitan menelan. Bahkan saraf pada lengan dan kaki juga bisa meradang yang menyebabkan otot menjadi lemah. Jika racun ini merusak otot-otot kontrol yang digunakan untuk bernapas, maka otot-otot ini dapat menjadi lumpuh. Kalau sudah seperti itu, maka diperlukan alat bantu napas.
Dengan pengobatan, kebanyakan orang dengan difteri dapat bertahan dari komplikasi ini, namun pemulihannya akan berjalan lama.

Pencegahan
Difteri adalah penyakit yang umum pada anak-anak. Penyakit ini tidak hanya dapat diobati tetapi juga dapat dicegah dengan vaksin. Vaksin difteri biasanya dikombinasikan dengan vaksin untuk tetanus dan pertusis, yang dikenal sebagai vaksin difteri, tetanus dan pertusis.

Pencegahan yang efektif adalah dengan pemberian imunisasi difteri. Pada program pemerintah terdapat tiga jenis vaksin yang mengandung difteri.

“Pertama, DPT-HB (Difteri, Pertusis, Tetanus dan Hepatitis B) yang diberikan pada bayi usia 0-11 bulan. Kedua, DT (Difteri dan Tetanus) yang diberikan pada anak kelas 1 SD/MI atau setingkatnya. Ketiga, Td (Tetanus dan Difteri dengan kandungan 1/5 bagian dari DT atau DPT-HB) untuk anak usia kelas 2 dan 3 SD/MI atau sekolah setingkatnya.

Bayi yang telah mendapatkan imunisasi lengkap (3 kali pemberian dengan selang 1 bulan) akan terlindungi dengan baik, sebab efikasi atau kemampuan anak untuk membentuk sistem imunitas rata-rata vaksin difteri adalah 90 persen. Sehingga dapat dipastikan bahwa dengan pemberian imunisasi sebanyak tiga lebih dari 95 persen anak akan terlindungi. Dengan pemberian imunisasi lanjutan pada anak kelas 1, 2, dan 3 SD/MI dan setingkatnya, maka diharapkan anak sampai dengan usia 20 tahun sudah terlindungi dari difteri.