Pages

Wednesday, April 29, 2020

Sering Kurang Konsentrasi dan Pelupa dalam Bekerja, Bagaimana Solusinya?

Selamat malam Dok, saya sering bekerja di depan komputer, dan beberapa bulan belakangan ini saya sering kurang konsentrasi dalam bekerja dan selalu ada saja yang terlupakan. Saya sering melupakan sesuatu yang penting padahal sudah saya ingat-ingat, namun masih saja saya melupakannya.

Sampai saya sering kena marah Bos saya gara-gara saya sering lupa. Saya sudah mencoba dengan membuat catatan kecil yang saya gunakan sebagai pengingat saya, tapi itu juga tidak berhasil. Saya jadi merasa iri dengan teman-teman saya di kantor. Mohon bantuannya Dok atas permasalahan saya ini. Terimakasih.

Feridaniyati (Wanita lajang, 24 tahun)

Jawaban

Dear Saudari Feridaniyati yang dirahmati Allah,

Terimakasih atas kepercayaannya kepada kami. Kami turut berempati dan bersimpati atas keadaan yang sedang saudari Feridaniyati hadapi. Percayalah, semua pasti ada solusinya.

Dari pertanyaan di atas, kami menemukan petunjuk kunci, yaitu: sering kurang konsentrasi selama beberapa bulan disertai sering lupa.

Sering kurang hingga sulit berkonsentrasi bisa disebabkan oleh beberapa hal: yaitu penyebab medis, psikologis, kognitif, dan penyebab serius yang mengancam kehidupan.

Mari kita bahas satu per satu secara singkat.
A. Penyebab Medis
Beberapa penyebab medis dari sulit berkonsentrasi antara lain:
1. Infeksi
2. Keracunan logam berat
3. Gagal jantung kongestif
4. Penyakit ginjal (batu ginjal, gagal ginjal, kelainan ginjal)
5. Penyakit hati (hepatitis, sirosis, gagal hati)
6. Sindrom nyeri
7. Gangguan kejang
8. Gangguan penglihatan
9. Stroke
10. Efek samping obat tertentu
11. Gangguan metabolisme dan defisiensi vitamin tertentu
12. Mengorok (sleep apnea)
13. Penyakit kronis (menahun)
14. Cedera kepala traumatis (traumatic brain injury)

B. Penyebab Psikologis
Beberapa penyebab psikologis dari sulit berkonsentrasi antara lain:
1. Cemas
2. Depresi
3. Gangguan bipolar
4. Penyalahgunaan zat atau alkohol
5. Schizophrenia
6. Stres
7. Trauma emosional

C. Penyebab Kognitif
Beberapa penyebab kognitif dari sulit berkonsentrasi antara lain:
1. attention deficit disorder (gangguan pemusatan perhatian)
2. delirium
3. demensia
4. gangguan belajar

D. Penyebab Serius yang Mengancam Kehidupan
Beberapa penyebab serius yang mengancam kehidupan dari sulit berkonsentrasi antara lain:
1. Cedera sumsum tulang belakang atau otak
2. Tumor di sumsum tulang belakang atau otak
3. Delirium
4. Ensefalitis
5. Gagal ginjal
6. Kejang (seizure)
7. Meningitis
8. Overdosis obat
9. Paparan panas (heat stroke)
10. Sepsis
11. Stroke

Jadi, keluhan sering kurang konsentrasi atau sulit berkonsentrasi itu belum pasti depresi, meskipun bisa jadi berpotensi menuju depresi. Untuk mengetahui apa itu depresi, baiklah kita menuju ke pembahasan singkat tentang depresi.

Depresi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami suasana hati yang tertekan, kehilangan minat, dan kenikmatan hampir di seluruh kegiatan selama minimal dua minggu.

Menurut WHO, depresi merupakan penyebab disabilitas (ketidakmampuan) kedua di tahun 2020, setelah penyakit jantung iskemik. Di USA, lebih dari 35 juta penduduk didiagnosis dan hidup dengan depresi. Depresi juga dijumpai di Eropa. Secara umum memengaruhi wanita dua kali lebih sering daripada pria. Prevalensi (angka kejadian) depresi mayor adalah 13%. Sekitar 9% pria dewasa Eropa dan 17% wanita dewasa Eropa menderita depresi. Depresi sering dijumpai di kelompok usia muda, yaitu sekitar 15-44 tahun. Sekitar 95% penderita depresi memiliki ide bunuh diri dan 25% pernah melakukan upaya bunuh diri.

Gangguan depresi (depressive disorders) termasuk salah satu tipe dari gangguan mood. Gangguan depresi dibagi menjadi gangguan depresi mayor, gangguan distimik, gangguan depresif yang tak spesifik.

Faktor Risiko
Individu yang memiliki salah satu faktor risiko berikut ini amat berpotensi terkena Major Depressive Disorder (MDD):
1. Ada riwayat keluarga yang menderita gangguan mood (mood disorder)
2. Gangguan psikiatris (kejiawaan) lain
3. Kejadian kardiovaskuler akut (infark miokard, stroke)
4. Kelelahan atau insomnis (gangguan/sulit tidur) kronis
5. Keluhan somatik yang tak terdefinisikan dan multiple
6. Nyeri kronis
7. Penyakit medis kronis (seperti: kencing manis, radang sendi, dsb)
8. Trauma fisik atau psikologis.

Deteksi Dini
Major Depressive Disorder (MDD) atau gangguan depresi mayor dapat dideteksi dini dengan dua pertanyaan berikut.
Dalam satu bulan terakhir ini:
1. Apakah Anda kehilangan kesenangan atau kebahagiaan di dalam melakukan sesuatu yang biasanya Anda sukai?
2. Apakah Anda merasa sedih, frustasi, menurun, tertekan, putus asa?

Gejala
Simtomatologi depresi terbagi tiga:
1. Afek, meliputi: apatis, anhedonia, ansietas, isolasi sosial, hilang/berkurangnya minat, iritabilitas, sedih, tak bertenaga, tak bersemangat.
2. Kognitif, meliputi: penurunan daya ingat, penurunan konsentrasi, merasa minder atau rendah diri, ragu-ragu, merasa bersalah, ada ide atau keinginan kuat untuk bunuh diri.
3. Fisik; berupa simtom vegetatif yang meliputi: kelelahan, penurunan psikomotor, gangguan tidur, gangguan selera makan, dan gangguan libido/seksual.

Diagnosis
Dokter dan psikiater akan memastikan dan menegakkan diagnosis MDD berdasarkan kriteria DSM-IV-TR (atau yang terbaru adalah kriteria DSM-V).

Kriteri gejala untuk episode depresi mayor dapat menggunakan singkatan cerdas (mnemonic) “SIGECAPS”. Penjelasannya seperti berikut ini.

Memiliki mood (suasana hati) yang tertekan (depressed mood) atau kehilangan perhatian, minat dan sedikitnya disertai empat gejala lainnya yang berlangsung selama sekurang-kurangnya dua minggu.
S – sleep disturbance (gangguan tidur, dapat berupa: insomnia, hipersomnia)
I – interest reduced (berkurangnya kesenangan, kegembiraan, atau kebahagiaan)
G – guilt and self-blame (merasa bersalah dan suka menyalahkan diri sendiri)
E – energy loss and fatigue (kehilangan energy dan kelelahan)
C – concentration problems (permasalahan konsentrasi)
A – appetite changes (perubahan/peningkatan selera, penurunan/peningkatan berat badan)
P – psychomotor changes (perubahan psikomotor, misal: retardasi, agitasi)
S – suicidal thoughts (pikiran, ide bunuh diri).

Instrumen Pengukuran Depresi
Depresi dapat diukur dengan berbagai skala pengukuran (kuesioner), di antaranya adalah:
1. Beck Depression Inventory (BDI)
2. Caroll Rating Scale for Depression
3. Center of Epidemiologic Studies Depression Scale National Institute for Mental Health
4. Geriatric Depression Scale
5. Hamilton Rating Scale for Depression
6. Montgomery-Asberg Depression Rating Scale
7. Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9)
8. The Self-rating Depression Scale.

Pemilihan skala depresi tergantung karakteristik masing-masing skala pengukuran. Subjek yang akan diukur harus sesuai dengan kriteria skala pengukuran.

Untuk lebih memastikan diagnosis depresi, maka dipersilakan berkonsultasi ke dokter dan psikiater terdekat di kota Anda.

Manajemen
Intervensi depresi beranekaragam, antara lain: medikamentosa, terapi kognitif, kognitif perilaku, humanis dan psikoanalisis.

Adapun beragam psikoterapi yang efektif untuk depresi antara lain: Cognitive Behavioral Therapy (CBT), Interpersonal Therapy (IPT), dan Problem-Solving Therapy (PST).

Medikamentosa (Obat)
1. Golongan MAOIs (monoamine oxidase inhibitors), misalnya: isocarboxazid, phenelzine, tranylcypromine, moclobemide.
2. Golongan TCAs (tricyclic antidepressants)
Dibagi menjadi: a. amin tersier (amitriptyline, clomipramine, doxepin, imipramine, trimipramine), b. amin sekunder (desipramine, nortriptyline, protriptyline), dan c. tetrasiklik (amoxapine, maprotiline).
3. Golongan SSRIs (selective serotonin reuptake inhibitors), misalnya: citalopram, S-citalopram, fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine, sertraline.
4. Golongan lain.

Seperti: inhibitor reuptake norepinefrin (misalnya: reboxetine), modulator serotonin (misalnya: nefazodone, trazodone), modulator serotonin dan norepinefrin (misalnya: mirtazapine), inhibitor reuptake campuran (misalnya: bupropion, venlafaxine, duloxetine).

Obat antidepresi tidak dijual bebas, hanya boleh diberikan sesuai rekomendasi dan resep dokter dan psikiater, mengingat banyaknya efek samping yang ditimbulkan.

Bila tidak diterapi, maka depresi berpotensi besar menjadi kronis (menahun), bertambah lebih berat, terganggunya interaksi dengan sosial-masyarakat, meningkatnya risiko bunuh diri, meningkatnya penyalahgunaan zat atau alkohol, dan terganggunya aktivitas sehari-hari.

Sebagian ahli berpendapat bahwa acupuncture berpotensi mengatasi depresi. Namun hingga kini, belum ada bukti kuat tentang efektivitas terapi acupuncture untuk mengatasi depresi.

Problematika umum yang dijumpai di dalam manajemen depresi:
1. Penderita merasa segan, malu, dan/atau enggan berobat ke dokter atau psikiater oleh karena stigma terkait dengan gangguan mental. Biasanya stigmatisasi negatif di masyarakat adalah penderita depresi itu gila, padahal pandangan ini perlu diluruskan
2. Dosis dan durasi terapi depresi yang kurang tepat
3. Ketidakpatuhan penderita tentang jadwal konsultasi dan minum obat
4. Keterbatasan akses ke dokter atau psikiater
5. Kurangnya monitoring (pengawasan) dan maintenance (pemeliharaan) setelah penderita berobat ke dokter atau psikiater
6. Kurangnya dukungan keluarga, sahabat, dan masyarakat kepada penderita depresi
7. Kurangnya kesadaran dan motivasi dari penderita sendiri untuk segera sembuh.

Pada intinya, depresi dapat dicegah. Intervensi psikologis untuk masyarakat yang berisiko depresi dapat mengurangi risiko berkembangnya depresi hingga sepertiga. Dari uraian ini, adagium "tidak ada kesehatan tanpa kesehatan jiwa" (no health without mental health) kini semakin terbukti kebenarannya.

Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat.

Salam sehat dan sukses selalu.

Dokter Dito Anurogo

No comments: