Penghasilan saya jauh lebih besar ketimbang suami. Tapi kami selalu
membagi tugas pembayaran keuangan rumah tangga, misal tagihan rumah,
listrik, mobil, dll. Tapi suami tidak pernah memberi uang secara
langsung pada saya.
Suami saya masih punya adik yang
bersekolah. Adiknya sering minta uang atau minta dibelikan sesuatu ke
suami saya. Kadang suami saya nggak mikir panjang untuk memberi uang ke
adiknya yang kadang jumlahnya cukup besar.
Akibatnya
suami saya kehabisan uang sebelum gajian, sehingga minta uang pada saya.
Apa ini artinya suami saya tidak menafkahi saya dan sayalah yang justru
menafkahi suami ya?
Sudah itu untuk tabungan rumah tangga selalu dari saya. Suami saya
tidak pernah berkontribusi. Kalau dia ada bonus dari kantor, selalu
terpakai untuk hal-hal lain terkait adiknya.
Lama-lama
kesal juga kalau begini. Saya sudah berkali-kali mendiskusikan ini sama
dia, tapi dia tetap saja seperti itu. Menyebalkan.
U (Perempuan, 25 tahun)
Jawaban
Dear Mbak U,
Berbagi
tugas dan tanggung jawab untuk membayar tagihan merupakan cara yang
baik sekali untuk dilakukan. Dengan demikian, kemungkinan salah satu
pihak merasa lebih berkontribusi dan yang satu menjadi lebih rendah diri
dapat diminimalisir. Terima kasih sharing-nya yang dapat menjadi
inspirasi bagi keluarga lainnya.
Memberi uang kepada Anda atau
membayar secara langsung tentu saja kembali kepada kesepakatan Anda
berdua mengenai cara pembayaran tagihan-tagihan tersebut. Terkadang, ada
juga pria yang berpikir praktis untuk membayar tagihan secara langsung
tanpa melalui istrinya. Praktis di mereka, dan harapannya adalah
pasangannya juga terbantu. Jika Anda mengharapkan cara yang berbeda,
maka diskusikan kembali dan buatlah kesepakatan baru.
Saya
melihat sebenarnya yang dipermasalahkan adalah ketika pemenuhan
kebutuhan adik ipar mulai mengganggu keuangan keluarga inti. Saya tidak
memahami kondisi suami yang membuat ia sepertinya diandalkan untuk
memenuhi kebutuhan adiknya. Saya juga tidak mendapatkan gambaran seperti
apa diskusi yang selama ini sudah dilakukan, sehingga kurang bisa
memberikan masukan mengenai efektivitas diskusi yang terjadi. Kekesalan
Anda terhadap suami memang bisa dipahami. Segala pengeluaran yang
akhirnya mempengaruhi pengeluaran rumah tangga, idealnya memang
diputuskan secara bersama. Selama ini, apakah suami terbuka terhadap
pengeluaran kebutuhan adiknya?
Berhubung pengeluaran tersebut
berpengaruh terhadap pengeluaran rumah tangga, Anda dan pasangan bisa
mengecek seberapa jauh kondisi tersebut terhadap keuangan rumah tangga,
sehingga bisa dicari solusi bersama agar kondisi ini tidak terlalu
mengganggu. Misalnya, diskusikan secara terbuka berapa kebutuhannya,
untuk hal apa saja, kapan saja diberikan dan jumlah yang diberikan, dsb.
Adanya
pengeluaran yang tidak didiskusikan dengan Anda tidak membuat Anda
menjadi harus membiayai suami, jika Anda merasa keberatan terhadap hal
tersebut. Bukan berarti tidak menghargai pasangan, namun membuat
pasangan juga perlu membiasakan untuk menghargai pendapat Anda dalam
membuat keputusan yang dapat berpengaruh terhadap keuangan rumah tangga.
Idealnya,
tabungan rumah tangga memang diisi oleh pasutri. Jumlahnya disesuaikan
dengan kesepakatan masing-masing. Jika selama ini suami memang tidak
bermasalah untuk menyelesaikan kewajibannya membayar tagihan, bagaimana
jika mengisi tabungan ini diperlakukan seperti membayar tagihan?
Memungkinkan kah untuk dilakukan? Jadi memang ada sejumlah uang yang
perlu dimasukkan ke dalam rekening tersebut setiap bulannya.
Evaluasi
kembali tujuan memiliki tabungan rumah tangga jika akhirnya ada salah
satu pihak yang tidak berkontribusi dan ada yang merasa lebih
berkontribusi. Bisa saja keputusan Anda berdua akhirnya memang tidak
perlu diadakan, sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasa
diharuskan memberi lebih ke dalam keluarga sementara yang lain tidak.
Kalaupun ada uang lebih yang perlu dikeluarkan, misalnya berlibur,
lakukan dengan cara yang sama seperti biasa dilakukan yaitu bertanggung
jawab. Kalaupun ada salah satu pihak yang mau membiayai keseluruhan
liburan, itu sebaiknya memang dilakukan karena adanya kerelaan untuk
berbagi.
Jika sudah banyak hal yang Anda lakukan namun tidak
menemukan jalan keluar, jangan putus asa, barangkali memang belum
menemukan cara yang efektif karena permasalahan belum dilihat secara
komprehensif. Anda dan atau pasangan dapat berkonsultasi dengan pihak
ketiga jika masalah ini tetap berlanjut. Pihak ketiga tidak harus selalu
profesional seperti Psikolog perkawinan dan keluarga, namun bisa juga
dimulai dengan orang terdekat Anda berdua yang kalian berdua hormati dan
hargai pendapatnya.
Wulan Ayu Ramadhani, M. Psi
No comments:
Post a Comment