Pages

Wednesday, July 20, 2016

Suami Lebih Mementingkan Kebutuhan Adik Ketimbang Keluarga Inti

Penghasilan saya jauh lebih besar ketimbang suami. Tapi kami selalu membagi tugas pembayaran keuangan rumah tangga, misal tagihan rumah, listrik, mobil, dll. Tapi suami tidak pernah memberi uang secara langsung pada saya.

Suami saya masih punya adik yang bersekolah. Adiknya sering minta uang atau minta dibelikan sesuatu ke suami saya. Kadang suami saya nggak mikir panjang untuk memberi uang ke adiknya yang kadang jumlahnya cukup besar.

Akibatnya suami saya kehabisan uang sebelum gajian, sehingga minta uang pada saya. Apa ini artinya suami saya tidak menafkahi saya dan sayalah yang justru menafkahi suami ya?

Sudah itu untuk tabungan rumah tangga selalu dari saya. Suami saya tidak pernah berkontribusi. Kalau dia ada bonus dari kantor, selalu terpakai untuk hal-hal lain terkait adiknya.

Lama-lama kesal juga kalau begini. Saya sudah berkali-kali mendiskusikan ini sama dia, tapi dia tetap saja seperti itu. Menyebalkan.

U (Perempuan, 25 tahun)

Jawaban

Dear Mbak U,

Berbagi tugas dan tanggung jawab untuk membayar tagihan merupakan cara yang baik sekali untuk dilakukan. Dengan demikian, kemungkinan salah satu pihak merasa lebih berkontribusi dan yang satu menjadi lebih rendah diri dapat diminimalisir. Terima kasih sharing-nya yang dapat menjadi inspirasi bagi keluarga lainnya.

Memberi uang kepada Anda atau membayar secara langsung tentu saja kembali kepada kesepakatan Anda berdua mengenai cara pembayaran tagihan-tagihan tersebut. Terkadang, ada juga pria yang berpikir praktis untuk membayar tagihan secara langsung tanpa melalui istrinya. Praktis di mereka, dan harapannya adalah pasangannya juga terbantu. Jika Anda mengharapkan cara yang berbeda, maka diskusikan kembali dan buatlah kesepakatan baru.

Saya melihat sebenarnya yang dipermasalahkan adalah ketika pemenuhan kebutuhan adik ipar mulai mengganggu keuangan keluarga inti. Saya tidak memahami kondisi suami yang membuat ia sepertinya diandalkan untuk memenuhi kebutuhan adiknya. Saya juga tidak mendapatkan gambaran seperti apa diskusi yang selama ini sudah dilakukan, sehingga kurang bisa memberikan masukan mengenai efektivitas diskusi yang terjadi. Kekesalan Anda terhadap suami memang bisa dipahami. Segala pengeluaran yang akhirnya mempengaruhi pengeluaran rumah tangga, idealnya memang diputuskan secara bersama. Selama ini, apakah suami terbuka terhadap pengeluaran kebutuhan adiknya?

Berhubung pengeluaran tersebut berpengaruh terhadap pengeluaran rumah tangga, Anda dan pasangan bisa mengecek seberapa jauh kondisi tersebut terhadap keuangan rumah tangga, sehingga bisa dicari solusi bersama agar kondisi ini tidak terlalu mengganggu. Misalnya, diskusikan secara terbuka berapa kebutuhannya, untuk hal apa saja, kapan saja diberikan dan jumlah yang diberikan, dsb.

Adanya pengeluaran yang tidak didiskusikan dengan Anda tidak membuat Anda menjadi harus membiayai suami, jika Anda merasa keberatan terhadap hal tersebut. Bukan berarti tidak menghargai pasangan, namun membuat pasangan juga perlu membiasakan untuk menghargai pendapat Anda dalam membuat keputusan yang dapat berpengaruh terhadap keuangan rumah tangga.

Idealnya, tabungan rumah tangga memang diisi oleh pasutri. Jumlahnya disesuaikan dengan kesepakatan masing-masing. Jika selama ini suami memang tidak bermasalah untuk menyelesaikan kewajibannya membayar tagihan, bagaimana jika mengisi tabungan ini diperlakukan seperti membayar tagihan? Memungkinkan kah untuk dilakukan? Jadi memang ada sejumlah uang yang perlu dimasukkan ke dalam rekening tersebut setiap bulannya.

Evaluasi kembali tujuan memiliki tabungan rumah tangga jika akhirnya ada salah satu pihak yang tidak berkontribusi dan ada yang merasa lebih berkontribusi. Bisa saja keputusan Anda berdua akhirnya memang tidak perlu diadakan, sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasa diharuskan memberi lebih ke dalam keluarga sementara yang lain tidak. Kalaupun ada uang lebih yang perlu dikeluarkan, misalnya berlibur, lakukan dengan cara yang sama seperti biasa dilakukan yaitu bertanggung jawab. Kalaupun ada salah satu pihak yang mau membiayai keseluruhan liburan, itu sebaiknya memang dilakukan karena adanya kerelaan untuk berbagi.

Jika sudah banyak hal yang Anda lakukan namun tidak menemukan jalan keluar, jangan putus asa, barangkali memang belum menemukan cara yang efektif karena permasalahan belum dilihat secara komprehensif. Anda dan atau pasangan dapat berkonsultasi dengan pihak ketiga jika masalah ini tetap berlanjut. Pihak ketiga tidak harus selalu profesional seperti Psikolog perkawinan dan keluarga, namun bisa juga dimulai dengan orang terdekat Anda berdua yang kalian berdua hormati dan hargai pendapatnya.

Wulan Ayu Ramadhani, M. Psi

No comments: