Pages

Sunday, August 17, 2014

Akibat Sering Memendam Emosi

Assalamualaikum. Saya mau bertanya, apa ya dampaknya selalu memendam emosi kita? Jujur saya kalau anak sedang tidak bisa diatur, kebetulan anak saya sudah SMA dan kuliah, itu saya sering pendam saat kesal. Begitu juga ketika tidak suka dengan saudara atau keluarga, saya sering pendam. Kadang ada rasa nyeri di dada kiri kalau saya sedang memendam kesal Dok. Mohon bantuannya. Wassalam.

Srianti (Perempuan menikah, 53 tahun)
sriantideviantiXXXXX@yahoo.co.id
Tinggi badan 163 cm, berat badan 50 kg

Jawaban

Waalaikum salam wr.wb
Ibu Srianti yang baik,

Memendam emosi terutama emosi negatif (represi) merupakan sebuah mekanisme pertahanan manusia yang alamiah ketika menghadapi masalah. Saya bersyukur bila Ibu telah menyadari pola respon yang Ibu lakukan selama ini. Latar belakang perilaku ini bermacam-macam, antara lain:
- Orang tersebut kesulitan untuk mengekspresikan emosi pada orang lain (tidak tahu caranya)
- Khawatir akan menyakiti orang lain
- Khawatir bila emosi itu diekspresikan, orang disekitar tidak menerima perilaku tersebut. Dan justru ketika mengekspresikan emosi, malah menerima kritikan dari orang lain.
- Tidak mau membesar-besarkan masalah
- Tidak mau ribut
- Ingin dinilai sebagai orang yang sabar dll

Nah, bagaimana dengan Ibu? Apa yang sebetulnya Ibu rasakan sehingga cenderung untuk memendam emosi?

Ketika energi psikis kita lelah dan tidak mampu menampung emosi yang terpendam, secara alamiah represi akan berubah menjadi bentuk yang lain. Saat ini yang Ibu rasakan adalah nyeri dada. Ini merupakan sebuah mekanisme pertahanan yang lain yang kita sebut somatisasi. Segala macam emosi negative yang Ibu pendam dan tidak terselesaikan akan memicu munculnya keluhan-keluhan badaniah yang sebetulnya hal ini sangat erat hubungannya dengan problem psikologis yang Ibu alami.
Berdasarkan keterangan Ibu, tampaknya yang memicu emosi negative adalah rasa kecewa terhadap orang lain, rasa kecewa terhadap anak, saudara, keluarga dll. Mengapa Ibu sering kecewa? Apakah Ibu menaruh harapan yang terlalu tinggi pada orang lain? Dan ketika orang tersebut kurang dapat memenuhi harapan Ibu, lalu Ibu kecewa?

Untuk dapat mengatasi hal ini, yang perlu Ibu lakukan adalah:

1. Mengubah mindset dalam pikiran kita mengenai harapan terhadap orang lain. Bagaimana pun kita tidak bisa mengendalikan perilaku orang lain, namun yang paling bisa kita kendalikan adalah perilaku kita sendiri terhadap situasi yang tidak sesuai dengan harapan kita.

2. Setiap kali Ibu memendam masalah, Ibu akan memberikan ketegangan terhadap fisik Ibu sendiri. Ketegangan yang muncul, akan memicu kontraksi otot seperti otot dada dan otot pernafasan sehingga Ibu merasakan adanya nyeri dada. Yang bisa Ibu lakukan adalah melakukan relaksasi. Tiap orang punya cara masing-masing untuk relaksasi. Ada yang memilih dengan cara meditasi, olah nafas, mendengarkan music yang menenangkan, mendatangi tempat yang menenangkan, olahraga, pijat dll

3. Belajar mengekspresikan emosi negatif dengan cara yang tepat dan tidak menyakiti perasaan orang lain. Bila Ibu punya orang yang dipercaya, ceritakan apa yang Ibu rasakan (uneg-uneg) pada orang tersebut. Bukan untuk meminta nasehat, namun Ibu niatkan untuk mengurangi tekanan perasaan. Carilah orang yang mampu mendengarkan keluh kesah Ibu dan mampu menyimpan rahasia Ibu.

4. Bicarakan apa yang Ibu rasakan dengan yang bersangkutan. Bila Ibu merasa ada masalah yang perlu dibicarakan dengan putranya, bicarakan baik-baik dengan emosi yang lebih positif sehingga putra mampu menerima pendapat Ibu dan diskusikan hal ini dengan kepala dingin sehingga setiap masalah yang Ibu hadapi akan mendapatkan solusinya.

Bila upaya-upaya tersebut sudah Ibu lakukan dan belum membuahkan hasil, ada baiknya Ibu segera berkonsultasi agar segala tekanan perasaan tidak menimbulkan keluhan badaniah (fisik) yang lebih banyak. Selamat mencoba.

Salam hangat

dr. Azimatul Karimah, Sp.KJ

No comments: